PENGERTIAN, STATUS DAN PANDANGAN TENTANG ANAK

PERSOALAN ANAK DAN KETENTUANNYA

 Hasil gambar untuk PERSOALAN ANAK


BAB I

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Diantara kebahagian dan kesejahteraan rumah tangga adalah hadirnya anak seperti yang didambakan. Pada kenyataannya, kehadiran anak yang didambakan itu ada yang tidak terwujud. Sebagai akibat dari ketidak hadiran anak didalam suatu keluarga,setidaknya keluarga tersebut akan mencari beberapa alternatif misalnya dengan mengadopsi anak dan melakukan inseminasi buatan. Beberapa alternatif tersebut ditempuh oleh keluarga yang tidak dikaruniani ankank.
Mengenai alternatif-alternatif diatas banyak persoalah-persoalan seperti, bagaimana status anak tersebut?, bagaimana pandangan islam tentang hal-hal tersebut. Maka dari itu pemakah akan membahas tentang bagaiman setasus anak hasil zina, anak hasil inseminasi buatan, ank adopsi dan anak pungut.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian tentang anak angkat, anak pungut, anak hasil zina, anak hasil inseminasi?
2.      Bagaimana status anak angkat, anak pungut, anak hasil zina, anak hasil inseminasi?
3.      Bagaimana pandangan islam tentang anak angkat, anak pungut, anak hasil zina, anak hasil inseminasi?

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Tentang Anak Angkat, Anak Pungut, Anak Hasil Zina, Anak Hasil Inseminasi.
1.      Anak Angkat
Dalam bahasa Arab pengangkatan anak ini dikenal dengan istilah tabanni yang memiliki pengertian sama dengan adopsi. Apabila seseorang mengangkat anak orang lain sebagai anak.[1]
Untuk memberikam pemahaman kepada umat Islam tentang hal-hal yang terkait dengan masalah adopsi anak. MUI Propinsi DKI Jakarta memfatwakan tentang tata cara mengangkat anak dan status anak anak angkat, sebagai berikut.
a.       Syariat Islam memperbolehkan dan bahkan menganjurkan seseorag mengambil anak angkat dari orang lain, rumah yatim piatu atau rumah sakit untuk diasuh diberi kasih sayang, nafkah dan pendidikan.
b.      Mengambil anak angkat merupakan perbuatan mulia, dengan memenuhi syarat-syarat sebgai berikut.
1)      Anak yang diadopsi terlantar, seperti yatim piatu, anak yang tidak diurus oleh keluarganya dan anak dari panti asuhan. Jika masih memiliki orangtua yang mengasihi dan mengasuh, maka kita tidak boleh memisahkannya. Yang diperintahkan kita memberi bantuan, pendidikan dan sebagainya.
2)      Tujuan adopsi adalah semata-mata mengasuh, memberikan kasih sayang, menyantuni dan mendidik anak yang diadopsi.
3)      Pengadopsian anak dilakukan dengan cara-cara yang dibenarkan oleh syariat Islam. jika dilakukan dengan cara-cara yang tidak manusiawi maka itu diharamkan oleh Allah swt.
4)      Anak yang diadopsi diberikan kebebasan untuk kembali kepada keluarganya. [2]
2.      Anak Pungut
Anak apungut adalah anak orang lain yang dianggap anak sendiri oleh orang tua yang memungutnya dengan resmi menurut hukum adat setempat, dengan tujuan untuk melangsungkan keturunan adan atau pemeliharaan harga keluarga rumah tangga. Menurut Mahmud Syaltut, bahwa anak pungut adalah mengambil anak orang lain untuk diasuh dan dididik dengan penuh perhatian dan kasih sayang serta diperlakukan oleh orang tua angkatnya seperti anaknya sendiri.[3]
3.      Anak Hasil Zina
Anak zina adalah anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah. Menurut Hassanain Makluf, anak zina adalah anak yang dilahirkan ibunya dari hubungan yang tidak sah. Dalam praktik perdata pengertian anak diluar kawin (zina) ada dua macam, yaitu:
a.       Apabila orang tua salah satu atau keduanya masih terikat dengan perkawinan lain, kemudian mereka melakukan hubungan seksual dengan wanita atau pria lain yang mengakibatkan hamil dan melahirkan anak, maka anak tersebut dinamakan anak zina, bukan anak luar kawin.
b.      Apabila orang tua anak diluar kawin itu masih sama-sama bujang, mereka berhubungan seksual dan hamil serta melahirkan anak, maka anak itu disebut anak diluar nikah.
Perbedaan anatara keduanya adalah anak zina dapat diakui oleh orang tua biologisnya, sedangkan anak diluar kawin dapat diaku oleh orang tua biologisnya apabila mereka menikah.
Dalam hukum Islam di Indonesiayang diatur dalam Keppres Nomor 1 Tahun 1991 dan Keputusan Menteri Agama Nomor 154/1991 disebutkan bahwa seorang wanita hamil diluar nikah hanya dapat dikawinkan dengan pria yang menghamiliya.[4]
4.      Anak Hasil Inseminasi
Inseminasi buatan artinya upaya mempertemukan/membuahkan sperma dan ovum yang tidak mempunyai ikatan pernikahan yang sah. Secara umum, pembuahan sperma dan ovum pada semua jenis diatas dapat dikategorikan zina. Pelaksanaan inseminasi buatan pada manusia yang embrionya berasal dari pembuahan sperma dan ovum pasangan yang memiliki ikatan nikah yang sah, hukumnya halal. Inseminasi buatan baru dikategorikan perzinaan apabila pembuahan berasal dari pemilik sperma dan ovum yang tidak memiliki ikatan nikah yang sah.[5]
B.     Status Anak Angkat, Anak Pungut, Anak Hasil Zina, Anak Hasil Inseminasi
1.      Anak Angkat
Menurut hukum Islam, status anak yang diadopsi adalah sama dengan orang lain dan tidak mempunyai hubungan nasab atau silsilah dengan orang yang mengadopsinya. Nasab dan silsilah tetap dihubungkan dengan orang tua kandungnya. Anak angkat juga tidak mempunyai hubungan mahram dengan keluarga orang tua angkatnya. Oleh karena itu, anak angkat boleh dinikahi oleh ayah, ibu atau saudara angkat.
Selain itu, anak angkat tidak saling mewarisi dengan orang tua angkat dan keluarganya, karena pusaka hanya diberikan kepada orang-orang yang mempunyai hubungan kekerabatan atau hubungan pernikahan dengan orang yang wafat. Apabila orang tua angkat ingn memberikan sesuatu kepada anak angkatnya hendaknya diberikan sewaktu dia masih hidup (dalam bentuk hibah) atau dalam bentuk wasiat.[6]
2.      Anak Pungut
Status anak pungut dengan orang tua yang memungutnya tetap seperti sebelum pemungutan dan keluarga anak yang dipungut tetap seperti sebelum pemungutan, tidak mempengaruhi kemahraman dan kewarisan, baik anak pungut itu dari interen keluarga sendiri atau dari luar lingkungan kerabat. Dasarnya adalah firman Allah SWT dalam surah al-Ahzab ayat 4 dan 5:
Artinya:”Dan tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu, yang demekian itu hanya perkataan dimulut saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan.” [7]

3.      Anak Hasil Zina
Di masyarakat tertentu, orang menyebut anak zina dengan anak haram, anak jadah dan anak terlaknat. Secara psikologis sebutan ini dapat mempengaruhi jiwa si anak sehingga merasa terkucil. Sehingga perlu diluruskan, karena seakan-akan panggilan tersebut si anak yang salah yang berdosa. Seharusnya yang mendapat predikat tidak baik itu adalah pasangan zina itu yang telah berbuat dosa.
Islam mengakui semua anak yang lahir ke alam ini suci dan bersih tanpa memandang siapa kedua orang tuanya. Pernyataan ini didasari oleh riwayat Imam al-Baihaqi.
Artinya:”Setiap anak yang lahir ke dunia ini suci dan bersih (dari dosa) dan beragama tauhid sehingga ia jelas bicaranya. Maka kedua orangtuanyalah yang menyebabkan anaknya beragama Yahudi atau Nasrani atau Majusi.” (HR. Abu Ya’la, al-Thabrani, al-Baihaqi dari al-Aswad bin Sari)

Sifat suci dan bersih menurut konsep Islam dapat dimiliki oleh setiap anak yang lahir karena dalam Islam tidak dikenal adanya dosa keturunan. Dosa harus ditanggung oleh setiap manusia yang melakukannya. Hal ini ditegaskan oleh Allah swt.
Artinya: ”(Yaitu) bahwasanya seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” (QS. An- Najm: 38)

Status hukum untuk anak hasil zina yang sudah lahir. Ulama sepakat bahwa anak tersebut termasuk anak zina, bila laki-laki yang yang mengawininya bukan laki-laki yang menghamilinya. Nasab yang timbul menurut para ulama yaitu:
a.       Menurut Imam Malik dan Imam Syafii, anak zina yang lahir setelah 6 bulan dari perkawinan bapaknya, maka anak tersebut dapat dinasabkan kepada bapaknya. Karena diduga kuat perempuan itu telah melakukan zina namun tidak sampai pembuahan (hamil). Tapi jika anak itu lahir sebelum enam bulan, maka dinasabkan kepada ibunya. Hal ini karena dugaan kuat si wanita telah melakukan hubungan seks dengan orang lain dan terjadi pembuahan.
b.      Menurut Imam Abu Hanifah, anak zina tetap dinasabkan kepada suami ibunya (bapaknya) tanpa mempertimbangkan kehamilan si ibu.
Permasalahan selanjutnya, status anak jika yang mengawini perempuan itu adalah pria yang menghamilinya dengan cara zina, ada beberapa perbedaan pendapat:
a.       Bayi itu termasuk anak zina, jika ibunya dikawini setelah kandungannya berumur empat bulan ke atas. Jika kurang dari itu , maka bayi yang dilahirkan termasuk anak suami yang sah.
b.      Bila ibunya sudah hamil walau baru beberapa hari, kemudian dikawini oleh laki-laki yang menghamilinya, maka bayi yang dilahirkan bukan anak suaminya yang sah. Karena keberadaannya dalam kandungan mendahului perkawinan, maka anak tersebut termasuk anak zina.
Jika kita kembali pada al-Qur’an, bahwa masa kehamilan itu paling sedikit enam bulan sebagaimana terdapat dalam QS. al-Baqarah ayat 233 dan al-Aqhqaaf ayat 15, anak yang lahir sebelum enam bulan perkawinan, maka anak tersebut termasuk anak zina.[8]
4.      Anak Hasil Inseminasi
Status anak inseminasi tidak terletak pada cara, tetapi terletak dari asal sperma dan ovum. Menurut Islam bahwa anak yang sah adalah anak yang lahir dari hasil perkawinan orang tua yang sah. Jika anak itu lahir dari perzinaan, maka anak itu disebut sebagai anak haram (zina) karena dari hubungan yang tidak sah. Pada prinsipnya Islam membolehkan cara inseminasi buatan, jika dengan cara yang normal, seorang tidak bisa hamil. Tetapi Islam juga memberikan ketegasan dalam memberikan status anak dari hasil inseminasi berdasarkan asal sperma dan ovum:
a.    Jika anak hasil inseminasi itu berasal dari sperma dan ovum suami istri yang sah, maka status anak hasil inseminasi itu adalah sebagai anak yang sah dan kedua orangtuanya adalah orangtua yang sah dengan segala konsekuensinya.
b.    Jika anak hasil inseminasi itu berasal dari sperma dan ovum buka suami istri , maka status hukum anak hasil inseminasi itu adalah anak yang tidak sah atau anak zina dan mengakibatkankonsekuensi hukum dengan orangtuanya.[9]
C.    Pandangan Islam Tentang Anak Angkat, Anak Pungut, Anak Hasil Zina, Anak Hasil Inseminasi
1.      Anak Angkat
Dasar hukum adanya anak angkat dalam Islam adalah Surah Al-Ahzab ayat 4- 5:
مَا جَعَلَ اللَّهُ لِرَجُلٍ مِنْ قَلْبَيْنِ فِي جَوْفِهِ وَمَا جَعَلَ أَزْوَاجَكُمُ اللائِي تُظَاهِرُونَ مِنْهُنَّ أُمَّهَاتِكُمْ وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ أَبْنَاءَكُمْ ذَلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِأَفْوَاهِكُمْ وَاللَّهُ يَقُولُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِي  السَّبِيلَ                                                                   
   ادْعُوهُمْ لآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ فَإِنْ لَمْ تَعْلَمُوا آبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ  وَمَوَالِيكُمْ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلَكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ وَكَانَ اللَّهُ
غَفُورًا رَحِيمًا                                                                
Artinya:“Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar) [4]. Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang [5]. Q.S. Al-Ahzab 4-5
Berdasarkan ayat ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
a.    Adospi dengan praktik dan tradisi di jaman Jahiliyah yang memberi status anak angat sama dengan status anak kandung tidak dibenarkan (dilarang) dan tidak diakui orang Islam.
b.    Hubungan anak angkat dengan orang tua angkat dan keluarganya tetap seperti sebelum diadopsi yang tidak mempengaruhi kemahraman dan kewarisan baik anak angkat itu diambil dari kerabat dekat maupun orang lain.[10]
Yusuf Qardhawi menguraikan secara singkat tentang pengangkatan anak menurut Islam. Pada masa jahiliyah, mengangkat anak telah menjadi ‘trend’ bagi mereka, dan anak angkat bagi mereka tidak ada bedanya dengan anak kandung, yang dapat mewarisi bila ayah angkat meninggal. Inilah yang diharamkan dalam Islam.[11] Tetapi, Islam tetap memperbolehkan adopsi (pengankatan anak), dengan ketentuan sebagai berikut:
a.    Nasab anak angkat tetap dinisbatkan kepada orang tua kandungnya, bukan orang tua angkatnya.
b.    Anak angkat dibolehkan dalam Islam, tetapi sekedar sebagai sebagai anak asuh, tidak boleh disamakan statusnya dengan anak kandung. Baik dari segi pewarisan, hubugan mahram, maupun wali (dalam perwakilan).
c.    Karena anak angkata tidak berhak menerima harta warisan dari orang tua angakatnya, maka boleh mendapatkan harta benda dari orang tuanya berupa hibah, yang maksimal sepertiga dari orang tua angkatnya.[12]
2.      Anak Pungut
Dasar Hukum anak pungut terdapat dalam QS. Al-Maidah ayat 32:
وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَلِكَ فِي الأرْضِ لَمُسْرِفُونَ
Artinaya :Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi”. QS. Al-Maidah ayat 32

Berdasarka dasar hukum diatas, dapat diambil kesimpulan bahawa, memungut anak yang tersia-siakan merupakan hal yang Fardu Kifayah bagi umat Islam. Karena dengan memungut anak tersebut maka selain menyelamatkan jiwa juga memungkinkan menyelamatkan anak tersebut dari kemungkinan memeluk non muslim jika dipungut oleh umat non muslim. Dasar hukum yang digunakan sebagai dasar memungut anak yang tersia-siakan sudah sangat jelas baik dari nash Al-Qur’an. Anak tersebut dipungut maka status anak sama dengan anak angkat yaitu secara hukum mawaris tidak bisa menerima warisan dari keluarga yang memeliharanya, maka jika keluarga ingin memberikan bagian untuknya dengan jalan hibah semasa masih hidup atau wasiat dengan jatah maksimal sepertiga dari seluruh harta orang tua pungutnya.
Demikian pula mengenai mahram, ia berstatus sebagai orang lain, sehingga anak tersebut bukanlah mahram bagi anggota keluarga orang tua pungutnya. Selama anak pungut tersebut tidak menyusu dengan ibu pungutnya maka saudara dari keluarga pungut berhak untuk menikahinya.[13]
3.      Anak Hasil Zina
Menurut ulama, ada dua akibat nyata yang diterima oleh anak zina dikarenakan perbuatan salah orang tuanya, yaitu:
a.         Hilangnya martabat Muhrim dalam keluarga.
Jika anak hasil zina tersebut adalah perempuan, maka antara bapak dengan anak tersebut dibolehkan menikah. Hal ini menurut pandangan imam malik dan Imam Syafi’i yaitu diperbolehkan bagi seseorang menikahi putrinya (anak zina), saudara perempuannya, cucu perempuannya, keponakan perempuannaya yang semuanya dari hasil zina.
Mazhab Syi’ah Imamiyah, Hanafiah dan Hambaliah menyatakan haram menikahi anak hasil zinanya dengan alasan meskipun anak tersebut hasil zina namun tetap dianggap sebagai anak menurut pengertian bahasa dan adat atau tradisi. Karena itu haram hukumnya menikahinya. Pendapat ini merupakan pendapat yang berdasarkan alasannya karena melihat secara zhahir bahwa anak tersebut merupakan hasil dari perbuatannya dan secara biologis dia merupakan darah dagingnya sendiri. Menurut Jumhur Ulama sepakat bahwa orang tua secara biologis tersebut tidak memiliki hak untuk menikahkan atau menjadi waliatas  anaknya kelak ketika anaknya menikah.[14]
b.         Hilangnya hak waris dalam keluarga
Hukum Islam tidak menetapkan hubungan kewarisan terhadap anak zina kepada bapaknya. Itu karena tidak mempunyai hubungan kekerabatan dengannya. Sedangkan hubungan kekerabatan tersebut timbul karena adanya ikatan nikah, sehingga anak di luar nikah tidak dapat dijadikan hubungan kekerbatan untuk mendapatkan warisan.
Menurut Ahlul-Sunnah dan Mazhab Hanafiah menyebutkan anak zina memiliki hubungan kewarisan dengan ibu dan kerabatnya. Dengan demikian, ia hanya dapat mewarisi dari pihak ibu saja. Sedangkan golongan Syi’ah menganggap bahwa anak zina tidak mempunyai hak waris baik dari pihak laki-laki maupun perempuan karena warisan merupakan suatu nikmat bagi ahli waris sedangkan zina merupakan suatu kemaksiatan sehingga kenikmatan atau anugerah tidak dapat dicampurkan dengan kemaksiatan. Sebagian ulama (Syafi’I, Hambali, Syi’ah) berpendapat bahwa akad nikah itu merupakan sebab utama terjadinya nasab antara seseorang dengan orang tuanya.
Oleh karena itu jika anak terlahir sebelum usia pernikahan enam bulan maka anak tersebut merupakan anak di luar nikah. Maka salah satu jalan dari seorang bapak yang dia merasa bertanggung jawab dengan anaknya untuk memberikan hartanya tidak bisa lewat warisan tetapi bisa melalui hibah semasa dia masih hidup atau dengan jalan wasiat asalkan tidak melebihi sepertiga dari jumlah hartanya.[15]
4.      Anak Hasil Inseminasi
Pelaksanaan Inseminasi buatan pada manusia yang embrionya berasal dari pembuahan sperma dan ovum pasangan yang memiliki ikatan pernikahan yang sah, maka hukum nya halal. Dasar yang dijadikan alasan untuk menghukumi halal terhadap hukum ini karena adanya darurat karena untuk kepentingan pengobatan. Imseminasi buatan baru dikatakan perzinaan apabila pembuahan berasal dari pemilik sperma dan ovum yang tidak memiliki ikatan nikah yang sah. [16]


[1] Ajat Sudrajat, Fikih Aktual (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2008), 100.
[2] Hamdan Rasyid, Fiqih Indonesia (Jakarta: PT. Al-Mawardi Prima, 2003) 213-217.
[3] Ajat Sudrajat, Fikih Aktual , 97.
[4] Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media Group, 2012) 94-95.
[5] Chazaimah dan Hafiz Anshary, Problematika Hukum Islam Konternporer (IV), (Jakarta: PT Pusaka Firdaus, 2002), 27-31
[6] Hamdan Rasyid, Fiqih Indonesia, 217-220.
[7] Ajat Sudrajat, Fikih Aktual, 98.
[8] Sapiudin Shidiq, Fikih Kontemporer (Jakarta: Kencana, 2016), 103-105.
[9] Ibid, 106.
[10] Masjfuk Zuhdi, Masailul Fiqhiyah, (Jakarta: Haji Masagung, 1993),29.
[11] Ahmad Syarabasyi, Himpunan Fatwa,(Surabaya: Al-Ikhlas, 1997), hal. 321.
[12] Mahjuddin, Masail Al-Fiqh, (Jakarta: Radar Jaya Offiset,2016),102.
[13] http://amaz95.wordpress.com/2010/05/13/anak-pungut/, diakses pada tanggal 12 April 2018.
[14] Masjfuk Zuhdi, Masailul Fiqhiyah, 38.
[15] Abdul Manan, Aneka, 96- 97
[16] Chuzaimah dan Hafiz Anshary, Problematika, 30-31.

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Advertisement

Popular Posts

Category 1

No one has ever become poor by giving, Please Donate

Popular Posts

Subscribe Via Email

Sign up for our newsletter, and well send you news and tutorials on web design, coding, business, and more! You'll also receive these great gifts:

Subscribe Via Email

LightBlog

Daftar Blog Saya

Slider

Fashion

Music

Text Widget

Follow Us @soratemplates

Fashion

Technology

Fashion

Diberdayakan oleh Blogger.

ads

show

Facebook

My Instagram

Cari Blog Ini

Temukan makalahmu...

Facebook

Stay Connected

Comments

Blogroll

Follow us

Vertical1

Featured Posts

Recent Posts

Recent in Sports

Video Of Day

Subscribe for New Post Notifications

Followers

Fixed Link!

Welcome To Basil

Home Top Ad

Responsive Ads Here

My Instagram

Translate

Makalah dan PPT

Site Links

Flickr Images

Hello! We’re Fenix Creative Photo Studio

Sepakbola

Ethereum

Ripple

Laman

LightBlog

Pages - Menu

Adbox

Bitcoin

Litecoin

7

News

Sports

Food

Technology

Featured

Videos

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Home Top Ad

Responsive Ads Here

Featured Posts

Statistik

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Random Posts

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Recent

Comment

Post Top Ad

Responsive Ads Here
Hello, here you can tell something about yourself or you can put your blog description here or even you can add some quote of your choice here. This is an optional text area which you can hide or delete from the layout. Its totally dependent upon you if you want this text area or not.

Ads

test

Sponsor Advertisement

Ads

Hey there, We are Blossom Themes! We are trying to provide you the new way to look and use the blogger templates. Our designers are working hard and pushing the boundaries of possibilities to widen the horizon of the regular templates and provide high quality blogger templates to all hardworking bloggers!

Follow us on FaceBook

Popular Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Pages

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.