Langkah-langkah dan Model-model Penelitian Tindakan Kelas
Makalah
ini disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
“Metodologi Penelitian
Tindakan Kelas”
Disusun Oleh Kelompok 3: PAI.C
Dyah Amanati R. (210315092)
Imroatul Azizah (210315084)
Zulfikar Wahyu R. (210315103)
Dosen Pengampu:
Dr. Ju’ Subaidi, M.Ag.
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) PONOROGO
APRIL
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sebagai
pekerja professional guru harus memiliki sejumlah kompetensi khususnya dalam
pengelolaan pembelajaran.Disamping itu, seorang professional harus memiliki
tanggung jawab dalam melaksanakan tugas profesinya, yakni mengondisikan agar
pekerjaannya berhasil secara efektif dan efisien.Penelitian tindakan kelas,
merupakan salah satu teknik agar pembelajaran yang dikelola guru selalu
mengalami peningkatan melalui perbaikan secara terus menerus.Oleh sebab itu,
melaksanakan penelitian tindakan kelas erat kaitannya dengan pelaksanaan tugas
professional yang harus dikuasai oleh setiap guru yang professional.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
langkah-langkah pelaksanaan penelitian tindakan kelas?
2.
Apa
saja model-model penelitan tindakan kelas?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Langkah-langkah Pelaksanaan Penelitian
Tindakan Kelas
Secara umum
langkah-langkah PTK akan membentuk suatu siklus yang membentuk suatu siklus
sampai dirasa ada suatu perbaikan. Langkah-langkah tersebut yaitu penetapan
fokus masalah penelitian, perencanaan tindakan perbaikan, pelaksanaan tindakan
perbaikan, observasi dan interpretasi, evaluasi dan refleksi, serta simpulan
dan tindak lanjut. Kelima langkah ini dapat diperinci lagi menjadi langkah-langkah
operasional sebagai berikut:[1]
1. Menetapkan
fokus masalah
Menetapkan fokus masalah adalah mencari dan
menetapkan masalah yang di pandang kritis dan betul-betul memerlukan tindakan
perbaikan dalam sistem pembelajaran. Untuk menuntut anda dalam menetapkan fokus
masalah, jawablah pertanyaan-pertanyaan apa yang sedang terjadi sekarang,
apakah yang sedang terjadi itu ada masalah, jika ada bagaimana cara mengatasinya,
bisakah saya memperbaikinya dan seterusnya.
2. Melakukan
diskusi awal
Maksudnya, kita harus mengadakan pertemuan diantara
kelompok yang terlibat, seperti guru, peneliti, penasihat, dan sponsor, untuk
mendiskusikan masalah kritis yang perlu di perbaiki dan berakhir dengan suatu
draft (konsep awal) usulan (proposal).[2]
3. Melakukan
kajian pustaka
Melakukan
kajian pustaka adalah mempelajari
berbagai referensi seperti buku sumber, jurnal penelitian dan
hasil-hasil penelitian dahulu yang relevan.
4. Merumuskan
kembali masalahnya
Setelah anda
mengikuti langkah-langkah 1,2, dan 3. Anda harus merumuskan kembali masalahnya
secara mantap. Mungkin saja berubah atau muncul hipotesis tindakan yang dapat
diuji.
5. Setting
penelitian
Setting penelitian adalah menetapkan sampel,
kelompok partisipan administrasi penelitian, pemilihan bahan/materi, metode
mengajar, alokasi waktu dan biaya, dan merinci kegiatan untuk setiap tahap
penelitian, yaitu, rencana, tindakan, observasi, merekam data, evaluasi, dan
refleksi.
6. Melaksanakan
penelitian
Maksudnya melaksanakan penelitian tindakan yang
meliputi tahap-tahap rencana, tindakan, observasi, merekam data, evaluasi dan
refleksi.
7. Menafsirkan
dan memberi makna
Menafsirkan dan memberi makna adalah data yang
sudah dikumpulkan kemudian anda tafsirkan dan diberi makna. Untuk itu sebaiknya
ada kriteria standar sebagai acuan penelitian.
8. Membahas
hasil penelitian dan evaluasi
Membahas hasil penelitian dan evaluasi adalah anda
harus membahas hasil penelitian dengan cara mengaitkan hasil penelitian dengan
bahan pustaka, lihat kesesuaiannya, apa kelebihan dan kekurangannya, dan
berikan komentar ataupun pendapat anda. Setelah itu melakukan evaluasi keseluruhan
hasil penelitian berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.[3]
9. Simpulan dan
saran
Simpulan dan saran adalah menarik kesimpulan dan
memberikan perbaikan. Perlu anda pahami bahwa simpulan tidak sama dengan
rangkuman. Simpulan adalah kristalisasi dari hasil pembahasan sesuai dengan
rumusan masalah.
10. Menyusun
laporan PTK
Untuk menyusun laporan PTK, diskusi awal dilakukan
dengan kelompok partisipan mengenai masalah-masalah kritis yang perlu
diperbaiki. Pada langkah ini juga dapat dilakukan refleksi dan diagnosis awal
terhadap situasi dan fenomena yang muncul di lapangan, setelah merumuskan tema
penelitian (thematic concern). Selanjutnya, menyusun suatu rencana yang
berkaitan dengan apa, siapa, di mana, kapan dan bagaimana PTK akan dilakukan.
Rencana tersebut disusun dalam bentuk desain sesuai dengan tema sentral yang
dipilih. Contoh tema sentralnya, Penerapan Model Pembelajaran PAKEM untuk
Meningkatkan Kompetensi Dasar Peserta Didik dalam Mata Pelajaran TIK.
Altematif perencanaan PTK adalah (a) menyiapkan
desain pembelajaran dan Lembaran Kerja Siswa (LKS) dengan model PAKEM,
mengalokasikan waktu sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran model PAKEM,
menyiapkan pedoman observasi, pedoman penilaian kinerja, menyiapkan tes
kompetensi kognitif, menyiapkan alat penilaian sikap, menyiapkan angket respons
siswa, (b) deskripsi tentang tema penelitian dan alasan memilihnya, (b)
menentukan pelaku (subjek) PTK dan perincian tugasnya masing-masing, (c)
langkah-langkah kegiatan dan jadwal kerja, (d) pihak-pihak yang terlibat dalam
penelitian tindakan, (e) pedoman pelaksanaan monitoring tentang
pembahan-perubahan yang terjadi selama proses tindakan, dan (f) jenis dan
bentuk data yang akan dikumpulkan.[4]
Selanjutnya, melakukan tindakan sesuai dengan
rencana. Dalam praktiknya, tindakan yang dilakukan tidak sesederhana yang
dipikirkan. Pelaksanaan tindakan dapat berubah atau dimodifikasi sesuai dengan
keperluan di lapangan, tetapi jangan sampai dimodifikasi terlalu jauh sehingga
menyimpang dari rencana sebelumnya. Jika perencanaan yang telah dirumuskan
tidak dapat dilaksanakan, maka guru hendaknya merumuskan perencanaan kembali
sesuai dengan fakta baru yang diperoleh. Tindakan dapat dilakukan dengan cara
guru menyajikan permasalahan kepada peserta didik, dan guru bisa memulai
pembelajaran dengan langkah-langkah sesuai dengan model pembelajaran PAKEM.
Jika dalam perencanaan telah menetapkan untuk
menilai kinerja setiap kali pertemuan, maka lakukanlah secara konsisten. Hasil
penelitian dianalisis sekaligus diberi komentar pada masing-masing konsep yang
menjadi materi kinerja peserta didik. Komentar hendaknya menyatakan penilaian
kuantitatif pada setiap tahap yang dikehendaki secara logis. Komentar dan nilai
tersebut harus dikembalikan kepada peserta didik untuk dibahas pada pertemuan
berikutnya. Di samping itu, perlu dilakukan identifikasi misunderstanding
atau misconception peserta didik dan mengklasifikasikannya. Setelah
pembahasan hasil penilaian selesai, mulailah pembelajaran topik baru, dan
demikian seterusnya.
Tahap selanjutnya adalah observasi, sebagai masukan
atau feedback untuk memodifikasi
rencana tindakan. Jika perlu, dilakukan tindakan ulang (seperti rumusan
masalah) apabila rencana awal dianggap kurang tepat. Selama tindakan
berlangsung, perlu dilakukan monitoring secara cermat dan produktif, kemudian
melakukan observasi sambil mencatat hal-hal yang penting. Tujuan observasi
adalah untuk menjelaskan apa yang terjadi selama tindakan berlangsung. Semua
hasil observasi dan informasi yang diperoleh
Evaluasi dilakukan dengan menggunakan teknik dan
kriteria tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Jika observasi berfungsi
untuk mengenali mutu proses tindakan, maka evaluasi berfungsi untuk
mendeskripsikan hasil tindakan yang secara optimis telah dirumuskan melalui
tujuan tindakan. Dengan kata lain, monitoring dilakukan untuk mengamati
pembelajaran berlangsung, mengamati interaksi selama proses penyelidikan
berlangsung, mengamati respon peserta didik terhadap proses pembelajaran.
Sedangkan evaluasi ditujukan kepada hasil belajar peserta didik melalui
evaluasi kinerja portofolio, tes, dan angket.[5]
Tahap terakhir adalah
melakukan refleksi akhir yang terdiri
dari beberapa komponen yaitu analisis, sintesis, memberikan makna, eksplanasi, dan membuat simpulan. Kelima
komponen itu dapat terjadi secara berurutan atau bersamaan. Jika guru telah
memiliki gambaran menyeluruh tentang apa yang terjadi pada fase sebelumnya, dan juga guru ingin melanjutkan tindakan berikutnya, maka
guru harus memikirkan faktor-faktor penyebabnya. Analisis seperti itu dilakukan
dengan tetap memperhatikan keseluruhan tema sentral PTK yang sedang berjalan
dan memperhatikan tujuan yang ingin dicapai atau perubahan yang diharapkan. Untuk menetapkan tindakan selanjutnya,
guru jangan hanya terpaku pada faktor-faktor penyebab yang berhasil dianalisis,
tetapi hal yang lebih penting adalah menetapkan
langkah berikutnya sebagai hasil renungan kembali mengenai kekuatan dan
kelemahan tindakan yang telah dilakukan, perkiraan peluang yang akan diperoleh,
kendala atau kesulitan bahkan ancaman yang
mungkin dihadapi. Hasil refleksi hendaknya didiskusikan sebelum diambil suatu
keputusan, lebih-lebih hasil refleksi yang
akan digunakan sebagai dasar simpulan dan rekomendasi.
Contoh ilustrasi refleksi
misalnya, hasil observasi terungkap bahwa dari penerapan model pembelajaran
PAKEM, ternyata peserta didik masih ribut, kurang bertanggung jawab, dan
kesiapannya kurang. Hasil observasi terhadap proses pembahasan hasil evaluasi
diperoleh data bahwa peserta didik kurang aktif berinteraksi terhadap materi
pelajaran, temannya, dan terhadap guru. Hasil analisis kompetensinya terungkap
masih rendah atau belum mencapai target minimal. Respons peserta didik tidak
bisa mengikuti pembelajaran secara optimal dalam waktu singkat, sulit mendapat
giliran dalam diskusi kelas, tidak ada kesesuaian antara materi diskusi dan
materi tes, dan lain-lain. Berdasarkan semua data tersebut, guru harus
melakukan refleksi. Misalnya, model pembelajaran PAKEM diubah menjadi model pembelajaran diskusi
kelompok, lebih banyak menyiapkan pertanyaan-pertanyaan dalam diskusi,
memberikan tugas sebelumnya kepada peserta didik, menunjuk secara bergiliran peserta didik untuk mengerjakan
tugas sekaligus menilai secara kualitatif
atau kuantitatif, hasil evaluasi didiskusikan kepada peserta didik sebelum
pembelajaran berikutnya, sasaran belajar diluruskan secara realistis yang mudah
diukur, dan lain-lain.[6]
B. Model-model Penelitian Tindakan Kelas
Terdapat beberapa model penelitian
tindakan kelas (PTK) yang saat ini sering digunakan dalam dunia pendidikan,
diantaranya model Kurt Lewin, model Kemmis dan Mc Taggart, model John Elliott,
dan model Dave Ebbutt.
1. Model Kurt Lewin
Penelitian
tindakan kelas pertama kali diperkenalkan oleh Kurt Lewin yang menyatakan bahwa
dalam satu siklus terdiri dari empat langkah, yaitu:
a. Perencanaan (planning)
b. Aksi atau tindakan (acting)
c. Observasi (observing)
d. Refleksi (reflecting)
Sementara itu, empat langkah dalam
satu siklus yang dikemukakan oleh Kurt Lewin tersebut oleh Ernest T. Stringer
dielaborasi lagi menjadi sebagai berikut:
a. Perencanaan (planning)
b. Pelaksanaan (implementing)
c. Penelitian (evaluating)[7]
Berdasarkan langkah-langkah diatas,
selanjutnya dapat dikembangkan lagi menjadi beberapa siklus, yang akhirnya
menjadi kumpulan dari beberapa siklus.
2. Model Kemmis dan Mc Taggart
Inti
konsep yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin seperti yang sudah dikemukakan itulah
yang selanjutnya dikembangkan oleh para ahli PTK yang hadir kemudian, seperti
Stephen Kemmis, Robin Mc Taggart, John Elliott, dan Dave Ebbutt.
Model
ini dikembangkan oleh Stephen Kemmis dan Robbin Mc Taggart pada tahun 1988. Model
yang dikembangkan oleh Stephen Kemmis dan Robbin Mc Taggart tampak masih begitu
dekat dengan model Kurt Lewin. Dikatakan demikian, karena dalam satu siklus
atau putaran terdiri dari empat komponen seperti halnya model Kurt Lewin. Keempat komponen tersebut
meliputi: perencanaan (planning), aksi atau tindakan (acting), observasi
(observing), refleksi (reflecting) dalam suatu sistem spiral yang
saling terkait antara langkah satu dengan langkah berikutnya.[8]
Sesudah
suatu siklus selesai diimplementasikan, khususnya setelah refleksi, kemudian
diikuti dengan adanya perencanan ulang yang dilaksanakan dalam bentuk siklus
tersendiri. Demikian seterusnya, atau dengan beberapa kali siklus.[9]
3. Model John Elliot
Model
ini dikembangkan oleh Elliot dan Edelman. Mereka mengembangkan dari model
Kemmis, yang dibuat dengan lebih rinci pada setiap tingkatannya. Pengembangan
secara rinci ini bertujuan agar lebih memudahkan peneliti dalam melakukan
tindakan penelitian. Proses yang telah dilaksanakan dalam semua tingkatan
tersebut, kemudian digunakan untuk menyusun laporan penelitian.
Dalam
penelitian tindakan model Elliot ini, setelah ditemukan ide dan permasalahan
yang menyangkut upaya peningkatan di kelas secara praktis, kemudian dilakukan
tahapan reconaissance (peninjauan) ke lapangan. Tujuan peninjauan adalah
untuk melakukan semacam studi kelayakan guna menyamakan ide utama dan
permasalahan yang sesuai dengan kondisi lapangan, sehingga diperoleh
perencanaan tindakan yang lebih efektif, selain juga dibutuhkan oleh subyek
atau siswa yang diteliti.
Seteleh
diperoleh perencanaan yang baik dan sesuai dengan keadaan lapangan, selanjutnya
tindakan yang terencana dan sistematis dapat diberikan kepada subyek. Di akhir
tindakan, peneliti melakukan kegiatan monitoring yang difokuskan pada efek
tindakan berupa faktor-faktor yang memungkinkan keberhasilan dan juga
macam-macam hambatan disertai analisis penyebabnya.
Atas
dasar hasil monitoring tersebut, peneliti kemudian dapat menggunakannya sebagai
bahan perbaikan yang dapat diterapkan pada langkah tindakan kedua dan
seterusnya. Hingga diperoleh informasi atau kesimpulan, tentang apakah tujuan
telah tercapai dan permasalahan yang dirumuskan dapat dipecahkan.[10]
4. Model Dave Ebbutt
Setelah
Dave Ebbut mempelajari model PTK yang dikemukakan para ahli PTK sebelumnya, dia
berpendapat bahwa model PTK yang diperkenalkan John Elliot, Kemmis dan Mc
Taggart sudah cukup bagus. Pada dasarnya, Ebbutt setuju dengan gagasan-gagasan
yang diutarakan Kemmis dan Elliot tetapi tidak setuju mengenai beberapa
interpretasi Elliot mengenai karya Kemmis. Ebbutt menyatakan bahwa bentuk
spiral yang dilakukan oleh Kemmis dan Mc Taggart bukan merupakan cara yang
terbaik untuk menggambarkan proses aksi refleksi.[11]
Karena
Dave Ebbutt tidak puas dengan adanya model-model PTK yang hadir sebelumnya ,
kemudian ia memperkenalkan model PTK yang disusunnya. Model ini terdiri dari
tiga tingkatan atau daur. Pada tingkat pertama, ide awal dikembangkan menjadi
langkah tindakan pertama, kemudian tindakan pertama tersebut dimonitor
implementasi pengaruhnya terhadap subyek yang diteliti. Semua akibatnya dicatat
secara sistematis termasuk keberhasilan dan kegagalan yang terjadi. Catatan
monitoring tersebut digunakan sebagai bahan revisi rencana umum tahap kedua.
Pada
tingkat kedua ini, rencana umum hasil revisi dibuat langkah tindakannya,
dilaksanakan, monitoring efek tindakan yang terjadi pada subyek yang diteliti,
dokumentasikan efek tindakan tersebut secara detail dan digunakan sebagai bahan
untuk masuk ke tingkat ketiga.
Pada
tingkatan ini, tindakan seperti yang dilakukan pada tingkat sebelumya,
dilakukan, didokumentasi efek tindakan, kemudian kembali ke tujuan umum
penelitian tindakan kelas untuk mengetahui apakah permasalahan yang telah dirumuskan
dapat terpecahkan dan tujuan dapat dicapai.[12]
BAB
III
KESIMPULAN
1. Langkah-langkah
pelaksanaan penelitian tindakan kelas yaitu meliputi penetapan fokus masalah
penelitian, perencanaan tindakan perbaikan, pelaksanaan tindakan perbaikan,
observasi dan interpretasi, evaluasi dan refleksi, serta simpulan dan tindak
lanjut.
2. Model-model
penelitian tindakan kelas terdiri dari beberapa model sebagai berikut:
a.
Model Kurt Lewin
1.)
Perencanaan
(planning)
2.) Aksi atau tindakan (acting)
3.) Observasi (observing)
4.) Refleksi (reflecting)
b. Model Kemmis dan Mc Taggart
1.) Perencanaan (planning)
2.) Aksi atau tindakan (acting)
3.) Observasi (observing)
4.) Refleksi (reflecting)
5.) Perencanaan ulang
c. Model John Elliot
1.) Penemuan ide
2.) Reconaissance
(peninjauan)
3.) Perencanaan
4.) Tindakan
5.) Monitoring
d. Dave Ebbut
Terdapat tiga
tingkatan/daur.
DAFTAR
PUSTAKA
Aqib, Zainal. Penelitian
Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Widya, 2006.
Arifin,
Zainal. Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014.
Ghony,
Djunaidy. Penelitian Tindakan Kelas. Malang: UIN-Malang Press, 2008.
Sukardi. Metode Penelitian
Pendidikan Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
[1] Zainal Arifin, Penelitian
Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), 111.
[2] Zainal Arifin, Penelitian
Pendidikan, 111.
[3] Ibid., 112.
[4] Ibid., 113.
[5] Ibid., 114.
[6] Ibid., 115.
[7] Zainal Aqib, Penelitian
Tindakan Kelas (Bandung: Yrama Widya, 2006), 21.
[8] Sukardi, Metode
Penelitian Pendidikan Tindakan Kelas (Jakarta: Bumi Aksara), 7-8.
[9] Zainal Aqib, Penelitian
Tindakan Kelas, 22.
[10] Sukardi, Metode
Penelitian Pendidikan Tindakan Kelas, 9-10.
[11] Zainal Aqib, Penelitian
Tindakan Kelas, 26.
[12] Djunaidy Ghony, Penelitian
Tindakan Kelas (Malang: UIN-Malang Press, 2008), 16-17.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar